BLANTERWISDOM101

Mengenal Tokoh Kaligrafi Islam Indonesia Didin Sirajuddin Abdul Razzaq

05/03/2019
Tokoh Kaligrafi Islam Indonesia Didin Sirajuddin Abdul Razzaq
Didin Sirajuddin Abdul Razzaq
Mengenal Tokoh Kaligrafi
- Setelah kemarin saya mengupas tokoh besar kaligrafi dari Indonesia K.H.M Faiz Abdul Razak Al-Muhili, yang mendapat penghargaan dari Raja Arab dan memiliki karya luar biasa berupa Mushaf Istiqlal.

pada kesempatan kali ini saya akan kembali mengupas mengenai sosok kaligrafer Indonesia. Karena begitu banyak karya karyanya dalam bidang seni khususnya kaligrafi yang menjadikan namanya harum sampai ke luar negeri.

Keluarga Didin Sirajuddin Abdul Razzaq

Siapa yang tidak kenal dari sosok yang satu ini, seorang tokoh atau penggiat seni khususnya seni rupa seperti melukis, menggambar, dan pastinya kaligrafi Islam dengan nama lengkap Dr. KH. Didin Sirojuddin, A.R., M.Ag.

Pria kelahiran 15 Juli, 1957 Desa Karangtawang, kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat ini merupakan founder atau pendiri LEMKA, Lembaga Kaligrafi Kaligrafi Al-Quran, yang berada di Sukabumi - Jawa Barat.

Didin lahir dari lingkungan keluarga yang agamis, ayahnya bernama H, Abdur Rahman yang merupakan seorang mantri atau dokter di Rumah Sakit Umum 45 Kuningan, serta pernah menjabat sebagai Kepala Desa Kuwu, Kuningan.

H. Abdur Rahman memiliki sebuah lembaga pendidikan agama Pondok Pesantren Al- Abshori, dan juga termasuk salah satu pelopor berdirinya Madrasah Tsanawiyyah, Karangtawang bersama gurunya Kyai Abdullah.

Kemudian Ahmad Syadzili kakek Didin dari garis Ibu juga merupakan pengrajin kayu yang biasa membuat ukiran ukiran di pintu pintu maupun jendela.

Ibu Didin, Hj. Sukirnah lahir dari keluarga pesantren tua dan terbesar di Kuningan, Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin yang diasuh oleh K.H. Uci Syarifuddin di desa Lengkong yang berbatasan langsung dengan Desa Karangtawang.

Adapun yang merintis pesantren tersebut adalah Hasan Maolani yang merupakan waliyullah dan pejuang kemerdekaan Indonesia yang dibuang oleh kolonial Belanda ke Manado, maka beliau lebih dikenal dengan sebutan eyang Menado.

Masa Kecil Didin Sirajuddin Abdul Razzaq

Waktu Didin Sirojudin masih kecilnya sudah terlihat bakatnya, waktu SD beliau sering sekali menggambar apa saja dan di mana saja, termasuk dinding rumahnya sendiri yang digambari menggunakan arang bekas pembakaran kayu di dapur(arang).

Menurut guru SD nya, bakat yang dimiliki oleh Didin menurun dari Ibunya yang termasuk teman guru beliau waktu masih SD.

Umumnya anak SD yang biasa di sibukan dengan bermain beliau lebih sering menghabiskan waktunya untuk menggambar serta mengaji membaca Al-Quran dan kitab kuning kepada ayahnya sendiri, bahkan sering juga mengikuti pengajian kitab kuning di luar rumahnya.

Didin mulai belajar menggambar orang dengan menirukan komik komik seperti karya Alyson SR dari surabaya, Komik wayang karya R. Kosasih dan pernah juga membuat komik yang menceritakan kebiadaban PKI pada tahun 1960-an.

Didin Sirajuddin Abdul Razzaq Masuk Pesantren

Tahun 1969 Didin masuk ke Pondok Pesantren Modrn Gontor, dan di situ beliau menemukan dunianya apalagi ditambah dengan kurikulum wajib yang ada di pondok, menjadikan beliau makin semangat dalam mengasah kemampuannya.

Buku pelajaran hanya berisi coretan coretan gambar kaligrafi, dan yang paling utama dia pernah menjadi tim penulis siswa, waktu duduk di bangku kelas tiga Tsanawiyah dengan menggunakan angka angka arab.

Tidak puas dengan semua itu Didin mulai bergabung dengan kepanitiaan kegiatan di pondok dan selalu menjadi bagian dekorasi, Didin juga menghias dapur, kamar serta kantin santri dengan coretan coretan yang bermakna.

Tahun 1974 dia mendirikan Saksida ( Sanggar Pelukis Darussalam ) dan Majalah Dinding pertama berbahasa Indonesia dengan nama Inspirasi Budaya.

Dia pernah mendapatkan teguran karena sebuah gambar komiknya yang mengkritik dapur yang kumuh dengan judul "Kecelakan di dapur Kita ".

Enam tahun di pesantren beliau habiskan dengan belajar kaligrafi. Beliau mempelajari khat Naskhi dan Riq'ah selama empat tahun dan dua tahun sisanya belajar dari buku buku kaligrafi seperti "Khat Seni kaligrafi" karya Abdul karim Husein dan Karya buku lainya karya Abdul razak Al-Muhili yang ditulis tahun 1961.

Menjelang akhir studinya di Gontor pada tahun 1975, beliau mempunyai cita cita ingin menulis buku ataupun sebuah wadah yang khusus untuk mengembangkan ilmu kesenian Kaligrafi, dan terlaksana setelah 10 tahun kemudian dengan berdirinya LEMKA.

Didin Sirajuddin Abdul Razzaq Masuk Kuliah

Setelah lulus dari Gontor, Didin sebenarnya ingin masuk masuk ASRI ''Akademi Seni Rupa Indonesia" Yogyakarta tahun 1976, namun tidak mendapat restu dari orang tuanya.

Sehingga ia kemudian memutuskan untuk masuk di Fakultas Adab Prodi Bahasa dan Sastra IAIN Syarif Hidayatulah atau sekarang UIN Jakarta.

Di luar jam kuliah dia bergabung dengan kelompok seni Sanggar Garajas, untuk memperdalam lukisanya dan ditambah ilmu baru yang berhubungan dengan keteateran.

Sejak kuliah Didin kembali kumat membaca komik komik, karena selama enam tahun di pesantren ia dilarang mengkonsumsi buku bacaan bergambar itu.

Dari membaca komik tersebut dijadikan modal untuk membuat serial komik keagamaan dan ilustrasi Majalah Panji Masyarakat pimpinan Hamka, yang menjadi tempat bekerja Didin sampai akhirnya pindah ke editor pustaka Panjimas tahun 1982.

Selama menjadi mahasiswa Didin sering mendapatkan pendapatan dari karangan karanganya seperti gambar ilustrasi menulis kaligrafi di masjid masjid, yang hasilnya digunakan untuk membeli buku.

Keinginan untuk membuat wadah tentang bimbingan kaligrafi belum sempat terealisasi karena dia jarang menemui khattat, kalaupun ada susah diajak bekerja sama.

Saat Didin dijadikan Dewan Hakim Sayembara MTq Nasional XXIII tahun 1983 di padang, beliau bertemu dengan tokoh kaligrafi senior terkenal sepert, Prof.H.M.Salim Fakhry penulis Al-Qur'an pusaka Indonesia dan Titah Soekarno.

Selama di pesawat saat menuju ke Padang Didin selalu menceritakan gagasannya tentang keinginan membuat wadah untuk pengembangan kaligrafi Indonesia kepada Prof. Salim, dan yang lainya.

Merekapun mendukungnya, khususnya Prof.H.M. Salim karena hal tersebut juga menjadi cita cita beliau saat masih belajar di Mesir.

Didin Sirajuddin Abdul Razzaq Mendirikan Lemka

Didin akhirnya lulus tahun 1982, dan sampailah pada puncak kegelisahanya, pada tahun 1983 beliau diangkat untuk menjadi dosen di fakultas adab, tempat dulu ia kuliah.

Walaupun hal tersebut merupakan salah satu peluang besar, namun dia merasa bingung harus memulai dari mana, untuk mengajar.

Sampai akhirnya Didin mendirikan Lembaga Kaligrafi Alquran (LEMKA), yang diproklamasikan tanggal 20 juli 1985, dan pengurusnya di isi oleh anak didiknya dari semester II..

Program pertama dari LEMKA adalah kursus kaligrafi intensif di IAIN Jakarta dengan tahap tahap kelas basic (Naskhi), secondary (Tsuluts dan Riq'ah), Intermediet (Diwani dan Farisi), Post Intermediate ( tata warna ), dan kelas Advance yang di peruntukkan untuk tingkatan profesional.

Kursus ini dijadikan garda terdepan oleh Didin untuk mengembangkan LEMKA dengan mengambil metode metode demonstratif. Pelajaran di mulai dari dasar sesuai dengan slogannya yaitu Lemka membina dari alif.

Selain membuka kursus di beberapa tempat di Jakarta, Didin juga memberikan training di berbagai tempat di Indonesia, Beliau juga sempat diundang oleh Pemerintah Brunei Darussalam, untuk memberikan briefing selama tiga hari kepada para penulis kaligrafi di negara tersebut.

Demikian yang bisa saya sampaikan pada kesempatan kali ini semoga bisa membawa manfaat bagi saudara maupun saya pribadi sebagai penulis. Silahkan tinggalkan kritik dan saran di kolom Komentar, terimakasih.

Share This :

2 komentar

  1. Masya Allah....

    Trimakasih mas muzaki... artikelnya sangat membantu

    BalasHapus
  2. iya sama sama semoga bisa bermanfaat

    BalasHapus