BLANTERWISDOM101

K.H. Muhammad Faiz Abdul Razzaq, Tokoh Besar Kaligrafi Islam Indonesia

05/03/2019
K.H. Muhammad Faiz Abdul Razzaq
K.H. Muhammad Faiz Abdul Razzaq
Tokoh Kaligrafi Indonesia
- Setelah beberapa waktu lalu saya mengulas mengenai beberapa tokoh kaligrafi di dunia, kali ini saya akan mencoba memperkenalkan tokoh kaligrafi dari Indonesia.

Ternyata di negara kita juga memiliki seorang ahli kaligrafi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kaligrafi di Indonesia. Mungkin berkat beliaulah seni kaligrafi bisa tersebar luas di seluruh wilayah Nusantara.

Sehingga hampir di setiap lembaga pendidikan agama islam seperti pondok pesantren dan lain sebagainya, bisa mempelajari teknik penulisan kaligrafi. Bahkan tidak jarang juga kaligrafi dipelajari dalam lembaga formal yang berbasis islam

Profil K.H. Muhammad Faiz Abdul Razzaq Al-Muhili

Muhammad Faiz Abdul Razzaq Al-Muhili, merupakan salah satu tokoh besar kaligrafi Islam dari Indonesia yang sangat berpengaruh, dalam perkembangan kaligrafi di bumi Nusantara.

Khattat yang lahir di Tangerang pada 11 November 1938, Provinsi Banten ini, mewarisi ilmu kaligrafinya dari ayahandanya. Sejak kecil beliau sudah menekuni belajar kaligrafi kepada ayahnya.

Bahkan Faiz kecil tidak pernah diajarkan huruf huruf abjad oleh ayahnya, dia hanya diajarkan huruf hijaiyyah, yang dilakukan pada pagi hari setelah mendirikan sholat subuh.

Ayahnya yang termasuk seorang tokoh agama tidak segan segan dalam mendidik anaknya, terkadang Muhammad Faiz harus mendapatkan hukuman dari ayahnya ketika tidak mampu menghafal suatu surat dalam Al-Quran ataupun yang lainya.

Namun beliau tidak pernah menyesal dengan hal tersebut, karena beliau yakin dari semua itu menghasilkan manfaat yang luar biasa untuk dirinya kelak. Ternyata dari ketekunannya Muhammad Faiz bisa menciptakan sebuah karya yang fenomenal.

Salah satu karya terbesar beliau adalah Mushaf Istiqlal yang tersebar ke berbagai belahan dunia, banyak orang juga yang berpendapat bahwa Mushaf Istiqlal termasuk kategori terbaik dunia.

Bakat menulis beliau terlihat sejak umur 14 tahun waktu duduk di bangku SMP, sebab waktu masih MI tulisan Muhammad Faiz masih terbilang buruk karena sering mendapatkan ejekan dari teman temanya.

Bahkan saat memasuki umur 15 tahun Muhammad Faiz pernah membantu ayahnya menulis kitab kitab berbahasa arab, melayu, sunda dan madura dengan model arab pegon.

Kemudian pada tahun 1992 keluarga beliau pindah ke Malang Jawa Timur. Ayahnya yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai negeri rela melepaskan kepegawaianya, lebih memilih sebagai penulis kahat di Penerbit Nabhan Surabaya.

Berawal dari banyaknya permintaan untuk menulis khat dari penerbit tersebut, ayahnya meminta bantuan kepada Muhammad Faiz untuk membantu beliau, dari situlah nama Muhammad Faiz mulai dikenal.

Tahun 1958 beliau masuk di Pondok Pesantren Gontor, berkat kecerdasannya, nyantri yang seharusnya ditempuh 6 tahun, beliau berhasil lulus dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan dan kemudian diberi amanah untuk menjadi guru khat di pondok.

Semua itu berawal dari kebiasaan beliau yang sering membrodol Al-Quran yang sudah rusak, untuk di benarkan tulisanya, seperti tulisan yang sudah mulai hilang di perjelas lagi.

Hingga pada suatu ketika salah satu temannya melaporkan kejadian tersebut kepada pengasuhnya K.H.Imam Zarkasyi.

Akan tetapi bukan omelan yang ia dapatkan, malah diangkat menjadi abdi ndalem, atau mengurusi keperluan pengasuh (santri khusus), sehingga tidak lagi makan tahu, tempe dan terong, karena diangkat jadi guru khat.

Baca Juga : Macam Macam Khat Kaligrafi

Usai lulusnya dari pesantren beliau berhasil menulis berupa buku pelajaran Al-Fiqhul Wadhih karangan Prof. Dr. Mahmud Yunus, dan mengajar di MAN Bangil sebagai guru Khat Bahasa Arab dan Tarikh.

Faiz memutuskan untuk menikah pada tahun 1973 dan dikaruniai 3 anak. Walaupun kebutuhan keluarga semakin meningkat, namun bisa tercukupi saat mendapatkan beasiswa di Universitas King Abdul Aziz, jeddah, di Fakultas Tarbiyyah.

Karena gajinya bisa mencapai lima ribu real, dari pekerjaanya sebagai Khattat atau Desainer di Al-Farouqi Advertising, Al-I'timad Print Press, Jeddah. Berbeda dengan gaji yang ia dapat saat mengajar dulu.

Kesempatanya tinggal di sana tidak di sia siakan begitu saja, beliau terus mengasah kemampuan kaligrafinya dengan belajar langsung pada masternya seperti, Sayyid Ibrahim di Mesir, sampai akhirnya beliau mendapatkan ijazah dan pernah memperoleh Juara II Lomba Khat Internasional di Jeddah, Saudi Arabia tahun 1979.

Sepulangnya dari Saudi Arabia beliau mendapat ujian berupa serangan serangan penyakit pembuluh darah selama delapan bulan, dan semua barang barangnya ludes terjual untuk biaya pengobatan.

Dari kejadian tersebut Muhammad Faiz berfikir untuk kembali mengajar untuk mengamalkan ilmunya yang ia peroleh di Pesantren sebagai Penyuluh utama Khat di kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.

Muhammad Faiz akhirnya dipanggil oleh Darul Fikr, Beirut, Perwakilan dari Jakarta sebagai penerjemah dan korektor, pada tahun 1984. Faiz juga diangkat sebagai guru atau dosen Bahasa Arab di beberapa pesantren di Jawa Timur atas nama Kedutaan Besar Saudi Arabia di Indonesia.

Saat ayahnya sudah uzur dan sakit sakitan Muhammad Faiz di minta untuk meneruskan karya ayahnya berupa Mushaf Istiqlal, Walaupun beliau sempat menolak, amanah itupun dikerjakan Faiz sebagai desainer kaligrafi dan dibantu 5 orang Khattat.

Sedangkan untuk ornamen kaligrafinya di bantu oleh seniman grafis dari ITB di bawah koordinasi Prof. Dr. Ade Firus dan Drs. A Haldani.

Dengan usaha dan ketekunan yang tinggi Mushaf tersebut selesai dengan begitu indahnya, sampai Presiden Amerika ke 42, Bill Clinton berkunjung ke Indonesia untuk menyaksikan secara langsung dan bertemu dengan Muhammad Faiz dengan didampingi Menteri Agama RI, Tarmizi Taher.

Setelah selesai itu beliau menulis Mushaf Sundawi, dan melaksanakan proyek kaligrafi besar di masjid masjid tanah air, seperti Masjid Nasional Istiqlal Jakarta, Masjid At-Taqwa Sirit Bali Utara, Masjid Agung Bengkulu, Masjid Nasional AL-Akbar Surabaya, dan lain sebagianya.

Pada tahun berikutnya Muhammad Faiz menjadi satu satunya Khattat dari Indonesia yang diundang ke Saudi Arabia untuk mendapat penghargaan bersama dengan Khattat ternama seluruh dunia.

Demikian yang sedikit yang bisa saya sampaikan, semoga bisa menjadikan manfaat bagi pembaca dan saya pribadi, Intinya kita harus ikhlas dalam berkarya.

Adapun hasil dari apa yang kita buat adalah cerminan jiwa kita sendiri, kita harus memasukan roh ke dalam karya kita, terima kasih.

Share This :

0 komentar